Oleh: Nurul Hakim Zanky, Lc
A. Para
Nabi dan Rasul Allah
Agama bagaikan rambu lalu lintas
kehidupan manusia yang dibuat oleh Allah Swt, yang disampaikan melalui rasul-rasul-Nya,
agar manusia sampai ke tujuan dengan selamat. Dalam upaya menyampaikan aturan
itu mereka pasti mendapatkan tantangan, tidak dipercaya, dianggap tukang sihir,
dianggap gila, atau dianggap teroris.
Untuk meyakinkan manusia, mereka
diberikan kelebihan dan keistimewaan sebagai bukti kerasulannya. Dalam bahasa Islam
bukti kerasulan itu disebut Mukjizat.
Kata mukjizat tidak dijumpai
dalam Al-Quran.
Para Mufassir menjadikan kata mukjizat sebagai arti dari âyah atau bayyinah.
Perhatikan ayat berikut.
Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa
suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah( QS. Al Mukmin 40: 78)
Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya
rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan pula, mereka membawa mukjizat-mukjizat
yang nyata, Zabur dan Kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. (QS. Ali Imron 3: 184)
Jadi kata âyah atau bayyinah pada dua ayat
di atas diterjemahkan dengan mukjizat.
B. Pengertan Mukjizat
Jika membuka kamus Arab-Indonesia yang standar, seperti
Mahud Yunus atau Al Munawwir, kita akan menemukan bahwa kata mukjizat berasal
dari kata ( أَعْجَزَ – يُعْجِزُ – إِعْجَازًا ) yang artinya
membuktikan kelemahaman, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, dan ketidaksanggupan.
Apabila ‘ijaz telah terbukti maka nampaklah kekuasaan mu’jiz.
Sesuatu yang dapat membuktikan kelemahan disebut mu’jiz. Berarti Al-Quran itu jika dapat membuktikan kelemahan
orang-orang Arab
disebut mu’jiz.
Dalam istiah teknisnya, mukjizat dapat
dikatakan sebagai sesuatu yang menyalahi kebiasaan, yang bersifat menantang, dan tidak ada yang
dapat menandinginya.
أَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدِّى
سَالِمٌ عَنِ الْمُعَارَضَةِ
C. Al-Quran
Sebagai Mukjizat Kerasulan Muhammad
Mukjizat yang diberikan kepada setiap rasul tidaklah sama. Akan tetapi berbeda sesuai dengan kebiasan
atau tingkat perkembangan pikiran dan kemajuan mereka. Imam As-Suyuti membagi
mukjizat para rasul ke dalam dua bagian, yaitu Mu’jizat Hissiyah
(mukjizat inderawi) dan Mu’jizat ‘Aqliyah (mukjizat yang dapat
dipikirkan).
Ada perbedaan sangat menonjol sifat mukjizat para rasul terdahulu dengan mukjizat Rasul Muhammad. Perbedaan itu
terletak pada dua aspek: para rasul terdahulu diutus bagi satu umat saja, sedangkan
Rasul Muhammad untuk umat sepanjang masa. Aspek kedua adalah bahwa tingkat
pemikiran serta kondisi kehidupan umat terdahulu berbeda dengan kondisi umat
pada zaman Rasul Muhammad.
Bagi para rasul terdahulu mukjizat yang mereka miliki
bersifat inderawi, disamping kaumnya memang meminta bukti itu harus bisa
diindera. Mukjizat
Nabi Musa misalnya, mirip sihir karena
kebiasaan
masyarakatnya membanggakan sihir. Dengan tongkat, Nabi Musa mampu mengalahkan
para ahli sihir. Dengan tongkatnya pula, Nabi Musa membelah laut (Al Araf: 107,108 dan Al Isra: 32,
33, 63)
Masyarakat Nabi Isa
memiliki kemampuan menyembuhkan penyakit. Nabi Isa mengungguli kemampuan
mareka, malah mampu menghidupkan orang mati (Ali Imran 3: 49 dan Al Maidah 5: 110). Yang pasti, bahwa mukjizat terdahulu hanya bisa diindera
oleh generasi waktu itu, khususnya yang menyaksikan, namun tidak bagi generasi
sesudahnya.
Nabi Muhammad diutus setelah manusia mengalami
perkembangan. Mengingat bahwa Muhammad sebagai rasul terakhir, maka mukjizatnya juga harus bersifat univesal dan berlaku sepanjang masa. Dengan demikian
tidak logis jika mukjizatnya bersifat inderawi yang akan hilang seiring
pemiliknya wafat (meskipun Nabi Muhammad memiliki mukjizat inderwai). Allah memberi mukjizat Al-Quran yang universal, unlimitid dan mencerahkan
manusia sepanjang masa.
Jika Al-Quran itu mu’jiz, maka Al-Quran harus mampu membuktikan kelemahan
manusia baik secara individu maupun komunal untuk mendatangakan seperti Al-Quran.
Dalam perjalanannya, Al-Quran digunakan oleh nabi untuk
menantang orang Arab, tetapi mereka tidak mampu menghadapinya, walaupun mereka
memiliki teknik yang tinggi dalam hal Fashahah dan Balaghah. Dalam
hal ini menurut Hasbi As-Shidqi (1904-1975), Al-Quran menantang orang Arab
dalam dalam tiga tahap:
a.
Menantang
untuk membuat seperti Al-Quran secara penuh
Katakanlah:
"Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al
Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia,
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al-Isra; 17: 88)
b.
Tantangan
diturunkan hanya sepuluh surat saja
Bahkan
mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al-Quran itu",
katakanlah: "kalau demikian, maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat
yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya
selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang serius". (QS. Hud 11:13)
c.
Kembali
diturunkan menjadi satu surat saja
Atau patutkah
mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah:
"(Kalau benar yang kamu katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat
seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk
membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar."
Ternyata
tantangan itu diulang kembali oleh Allah. Perhatikan surat Al-Baqarah ayat
23.
Dan jika kamu
tetap dalam keraguan tentang Al-Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami
Muhammad, buatlah satu surat saja yang semisal Al-Quran itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
D. Segi Kumukjiztan Al-Quran
Para sarjana Al-Quran berbeda dalam memandang segi kemukjizatan Al-Quran,
namun secara garis besar pandangan mereka dapat dikelompokkan kedalam dua: sisi
kebahasaan dan isi yang dikandungya. Lebih rinci bahwa kemukjizatan
Al-Quran dapat dibahas kedalam tiga aspek:
1.
Keindahan dan
ketelitian redaksi-redaksi Al-Quran
2.
Adanya
informasi ghaib yang terbukti
3.
Adanya
isyarat-isyarat ilmiyah
1. Kindahan dan ketelitian redaksi-redaksi Al-Quran
Tidak mudah untuk memahami keindahan bahasa Al-Quran, hal itu
karena bahasa Arab diperolah dari dzauq (perasaan), bukan hanya melalui
nalar.
Al-Quran sering turun secara spontan guna menjawab atau
mengomentari suatu peristiwa. Misalnya pertanyaan orang Yahudi tentang hakikat
ruh. Sandainya itu datang dari nabi sendiri tentunya tidak memberi peluang
untuk berpikir dalam menyusun jawaban, apalagi dengan redaksi yang indah nan
teliti. Setelah Al-Quran
selesai diturunkan, lalu kemudian dilakukan
analisis dengan kajian mendalam mengenai redaksi-redaksinya, ternyata ditemukan hal-hal yang sangat
menakjubkan. Para ahli Lughah
menemukan adanya keseimbangan dan keserasian pada
kata-kata tertentu yang digunakan Al-Quran.
Dr. Abdur Razak Naufal, dalam kitab Al‘Ijâz al Adabi li al Qurân
al Karîm, mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan tersebut,
diantaranya:
No
|
Bentuk Keseimbangan
|
Contoh Kata
|
Keseimbangan
|
Jumlah
|
1
|
Antonimnya
|
Al Hayâh
|
Al Maut
|
115
|
Al Bard
|
Al Hâr
|
4
|
||
2
|
Sinonimnya
|
Al Harts
|
Al Zirâ’ah
|
14
|
Al Jahr
|
Al‘Alâniyah
|
16
|
||
3
|
Akibatnya
|
Al Infâq
|
Al Ridla
|
73
|
Al Kâfirun
|
Al Nâr
|
154
|
2. Adanya informasi ghaib yang terbukti
Berikut adalah contoh dua ramalan Al-Quran yang telah terbukti
kebenarannya
a.
Ramalan
tentang kemenangan
bangsa Romawi atas Persia setelah kekalahannya
Dalam surat Arrum ayat 115 dinyatakan bahwa bangsa
Romawi akan mngalami kemenangan beberapa tahun
kemudian setelah kekalahan mereka dari Persia. Menurut para Sejarawan, pada tahun 614 M. terjadi peperangan antara dua
imperium raksasa, Romawi dan Persia. Ketika itu orang Musyrik Makkah mengejek
orang Islam yang mengharapkan kemenangan Romawi yang bergama Samawi atas Persia yang
menyembah api. Ayat tersebut turun dalam rangka menghibur umat Islam dengan memberikan informasi akan kemenangan Romawi beberapa tahun kemudian. Ternyata hal itu terjadi tujuh tahun kemudian
setelah Al-Quran menginformasikannya.
b.
Ramalan Al-Quran
tentang akan ditemukannya jasad Firaun
Kisah Firaun
diceritakan Al-Quran dalam surat Yunus ayat
92. Ayat itu menegaskan bahwa jasad Firaun yang tenggelam di Laut Merah akan diselamatkan Allah untuk menjadi ibrah bagi umat mendatang. Pada tahun 1896, seorang ahli purbakala bernama Loret menemukan sebuah mumi di lembah raja-raja Luxor Mesir . Menurut data-data sejarah menujukkan bahwa
mumi itu adalah Firaun yang
bernama Maniftah yang pernah mengejar Nabi Musa. Pada tanggal 8 Juli 1908 Elliot Smith mendapat izin pemerintah Mesir
untuk membuka pembalut-pembalut mayat Firaun.
Elliot menemukan satu jasad utuh, seperti yang diberitakan Al-Quran. Sekarang,
setiap orang yang pernah berkunjung ke musium Tahrir
di kota Kairo tentu akan melihat mumi Firaun
tersebut.
3. Adanya isyarat-isyarat
ilmiyah
a.
Teori
Geosentris
Pada umumnya bangsa Yunani dan orang-orang abad
pertengahan berpegang pada Geosentris, yaitu teori yang
menganggap bumi sebagai pusat tatasurya. Bumi berada dalam keadaan diam dan planet
lainnya bergerak mengitarinya. Teori itu kemudian dibantah oleh Nicolas Copernicus, seorang Astronom
dari Polandia tahun 1540 dengan mengenalkan
teori Heliosentris. Teori ini menganggap
matahari sebagai pusat beredarnya
planet-planet. Al-Quran diturunkan sekitar tahun 610 M telah menginformasikan tentang teori Heliosentris.
b.
Cahaya
matahari
Semua ahli Astronomi sepakat bahwa cahaya matahari bersumber dari dirinya
sendiri, sedangkan cahaya bulan berasal
dari pantulan sinar matahari. Ternyata
hal itu telah disebutkan Al-Quran pada surat Yunus ayat 5.
Dia-lah yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah bagi
perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda kebesaran-Nya kepada orang-orang yang mengetahui.
c.
Fenomena
madu
Dalam surat An-Naml ayat 69, Allah
menginformasikan bahwa dalam perut lebah terdapat minuman yang dapat menjadi obat bagi manusia. Menurut
penelitian medis, madu mengandung berbagai Protein
(Asam Amino), Zat Besi,
(Fe), dan Seng (Zn), Vitamin A, B kompleks, C, D, E, Bioflafonoid,
dan zat Nutrisi. Dengan kandungan yang
sangat lengkap itu, maka madu dapat digunakan sebagai
obat berbagai macam penyakit pada
manusia.
Semua contoh-contoh di atas
dibicarakan Al-Quran ketika ilmu pengetahuan belum semaju seperti sekarang. Al-Quran itu merupakan mukjizat karena dia datang dari Allah yang
Maha Hebat. Wallâhu Álâm bi al
Shawwâb.
0 thoughts on “KEMUKJIZATAN AL QURAN”