Oleh: Nurul Hakim Zanky, Lc
Secara historis, Muhammad bukanlah satu-satunya rasul yang menerima
wahyu, sebelumnya telah banyak para rasul yang menerimanya. Wahyu yang diterima
para rasul itu berasal dari satu
sumber, yaitu Allah Swt.. Fakta ini sesuai dengan pernyataan
Al-Quran.
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu
sebagaimana kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
setelahnya, dan Kami telah memberikan wahyu pula kepada Ibrahim, Isma'il,
Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami
berikan Zabur kepada Daud.
(QS. Annisa 5: 163)
A. Pengertian Wahyu
Secara bahasa, kata wahyu ( وَحَيُ ) memiliki beberapa makna.
Makna-makna tersebut tampak dari berbagai cara Al-Quran mengungkapkannya.
a) Naluri ( الْإِلْهَامُ الْفِطْرِي )
Dan kami wahyukan kepada ibu Musa: "Susuilah dia, dan apabila
kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah dia ke sungai Nil”. (QS.Al Qoshos 28:7). Pada ayat ini kata wahyu bermakna ‘ilham’ atau ‘naluri’.
b)
Instink (الإِلهَام الغَارِزِي )
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah:
"Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat
yang dibikin manusia". (QS. An-Nahl 16: 68). Pada ayat ini kata wahyu bermakna ‘instink’.
c)
Isarat ( الإِشَارَةْ )
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu
ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan
petang. (QS.Maryam
19: 11). Wahyu pada
ayat ini bermakna ‘isarat’.
d)
Perintah Allah kepada para malaikat
Ingatlah, ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para
malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan pendirian
orang-orang yang beriman".
(QS. Al Anfal 18:12). Wahyu pada ayat ini bermakna ‘perintah’.
e)
Perintah
Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan
yang sedemikian itu kepadanya.
(QS. Al Zalzalah 99:5)
f) Bisikan setan
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.
(QS. Al Anam 6: 121). Wahyu pada ayat ini
bermakna ‘bisikan negatif’.
Adapun makna wahyu secara istilah, Imam Zurqoni mendifinisikan wahyu
sebagai pemberitahuan Allah, berupa hidayah maupun ilmu, kepada hamba
pilihan-Nya, yang disampaikan dengan cara cepat dan samar.
Merujuk pengertian wahyu diatas, wahyu dapat dilihat dari dua segi. Pertama,
secara isi, wahyu merupakan pemberitahuan Allah berupa perintah, petunjuk dan
pengetahuan. Kedua, secara cara penyampaian, wahyu disampaikan dengan cepat dan
samar tanpa proses belajar atau usaha tertentu.
B. Cara Penyampaian Wahyu kepada Para Rasul
Para ulama menyimpulkan bahwa ada dua cara wahyu disampaikan kepada
para nabi, yaitu dengan cara langsung dan tidak
langsung. Dengan cara langsung yaitu melalui mimpi dan berbicara di balik
tabir. Dengan tidak langsung
yaitu dengan mengutus malaikat.
Pernyataan ini didukung oleh dalil al-Quran.
Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata
dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir, atau dengan
mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya
apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (QS. Assyura 42:51)
Lebih rinci, ada tiga cara penyampaian wahyu
kepada para rasul sebagaimana keterangan
ayat di atas, yaitu:
1. Melalui mimpi
Allah menanamkan
pengetahuan dalam hati sorang rasul salah satunya melalui mimpi. Mimpi yang
benar bagi para rasul merupakan bagian pertama dari cara Allah berbicara. Wahyu
melalui mimpi ini pernah terjadi kepada Nabi
Ibrahim as. dalam kasus menyembelih Ismail. Begitu pula
terjadi pada nabi Saw. pada masa awal permulaan wahyu. Pada mulanya
rasulullah bermimpi dan mimpinya itu memang terjadi dalam kehidupan nyata.
Pada perkembangannya, mimpi yang benar itu tidak
hanya khusus bagi para rasul saja, melainkan bisa terjadi kepada seorang mukmin, sekalipun mimpi itu bukan wahyu.
Pemikiran ini disimpulkan dari sabda Nabi Saw.
إِنْقَطَعَ اْلوَحْيُ وَبَقِيَتِ الْمُبَشِّرَاتُ رُؤْيَا الْمُؤْمِنِ
Wahyu
telah terputus, tetapi berita-berita gembira tetap ada, yaitu mimpi orang
mukmin (HR.
Bukhari-Muslim)
2. Memperdengarkan
kalam di balik
tabir
Yang dimaksud dengan cara memperdengarkan kalam
dibalik tabir adalah bahwa Allah memunculkan sesuatu antara diri-Nya dengan
nabi, sesuatu itu menjadi hijab antara alam ghaib dan alam fisik, dan nabi
mendengarkan wahyu dari belakang hijab itu. Penerimaan wahyu dengan cara
seperti ini pernah terjadi kepada Nabi Musa as dan Nabi Muhammad sendiri pada saat Isra Mi’raj.
3. Melalui perantara Malaikat
Jibril
Wahyu sampai kepada rasul
dengan melalui perantara utusan. Cara ini disebut wahyu al mathluw,
wahyu yang dibacakan, yang memberi gambaran utuh tentang suatu ajaran yang pada
tahap selanjutnya terkumpul menjadi sebuah kitab.
C.
Cara Wahyu yang Diterima
Nabi Saw.
Menurut para ahli Quran,
Rasulullah menerima wahyu melalui ketiga cara di atas. Namun, khusus wahyu Al-Quran, nabi mendapatkannya melalaui cara ketiga, melalaui Malaikat Jibril yang disebut oleh Allah
sebagai Rûh al Amîn.
Biasanya Jibril mendatangi Nabi
Saw dengan dua cara:
a.
Terdengar
seperti lonceng. Dalam keadaan ini nabi merasakan
beban yang sangat berat sehingga tidak jarang nabi mencucurkan banyak keringat. Sangat tampak perubahan
wajah nabi karena sangat tertekan akibat konsentrasi tinggi menghadapi subjek
yang abstak (QS Al-Muzammil: 5)
b.
Malaikat
Jibril datang dengan wujud seorang laki-laki. Jibril menyampaikan
wahyu dan nabi memahaminya. Cara ini lebih ringan karena nabi menghadapi subjek
berwujud manusia seperti pada umumnya.
Kedua cara di atas sesuai dengan kesaksian Aisyah Ummul Mukminin
pada hadis Bukhari.
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْيُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا
Dari Aisyah Ummul Mu’minin, bahwa Al Harits bin
Hisyam bertanya kepada Rasulullah Saw: "Wahai Rasulullah, bagaimana
caranya wahyu turun kepada engkau?" Maka Rasulullah Saw. menjawab: "Terkadang datang kepadaku seperti
suara gemerincing lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti
sehingga Aku dapat
mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang malaikat menyerupai seorang
laki-laki lalu berbicara kepadaku maka Aku ikuti apa yang diucapkannya".
Aisyah berkata: "Sungguh aku pernah melihat turunnya wahyu kepada nabi
Saw. pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan Aku lihat dahi nabi
mengucurkan keringat." (HR. Bukhari No.2)
Wahyu yang Diterima Rasulullah selain Al-Quran
Secara umum wahyu yang diterima Rasululllah
adalah Al-Quran. Al-Quran
adalah kalam Allah yang lafadz dan maknanya dari Allah. Sedang Malaikat Jibril hanya bertugas
menyampaikan kepada nabi. Syaikh Mustafa Assiba’I mengutip pendapat Ibn Hazm
bahwa wahyu Allah yang diterima Rasulullah ada dua macam:
a. Wahyu yang
dibacakan kemudian dicatat dengan cermat, tersusun indah dengan gaya yang
menakjubkan. Wahyu seperi ini disebut Al-Quran.
b. Wahyu yang
diriwayatkan secara berantai, tidak dicatat, tidak didiktekan, tetapi dapat dibaca dari peri hidup
rasulullah. Wahyu seperti ini disebut hadis, termasuk lingkup ini adalah Hadis Qudsi
D. Wahyu Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan
Meskipun manusia sebagai mahluk yang paling
sempurna (ahsanu taqwim), tetapi tetap saja memiliki kelemahan. Kelemahan manusia yang paling menonjol adalah sikap egois dan keterbatasan pengetahuan
terutama pada hal-hal yang ghaib.
Menurut Rasyid Ridla
dalam tafsir Al Manâr, manusia telah dianugerahkan Allah empat hidayah (petunjuk),
yaitu hidayah instink, hidayah panca indera, hidayah intelektual, dan hidayah
agama. Keterbatasan yang ada pada manusia mengakibatkan
ia membutuhkan pembimbing untuk mencapai hidayah agama. Disinilah pentingnya
peran seorang rasul. Allah memilih orang-orang tertentu yang
memiliki kesucian jiwa dan kecerdasan pikiran untuk menyampaikan informasi dari
Allah, informasi tersebut adalah wahyu. Para utusan itulah yang akan mengajarkan bagaimana
ibadah yang benar,
sehingga dapat menuju jalan kebenaran.
Allah Maha Mengetahui kebutuhan manusia, karena akal manusia semata tidak bisa
mengetahui baik dan buruk secara pasti tanpa wahyu Allah yang disampaikan melalui
para rasul.
Dalam tatanan ilmu
pengetahuan, kita mengenal bahwa bangunan ilmu pengetahuan Barat atau sains modrn dibangun di atas tiga pilar, yaitu ’ontologi’, ‘aksiologi’ dan ‘epistemologi’. Pilar
ontologi terkait dengan sesuatu yang diterima dan dapat dikaji.
Aksiologi terkait dengan untuk apa suatu ilmu dirumuskan. Sedangkan
epistemologi terkait dengan cara apa suatu pengetahuan dapat diperoleh dan dari
mana sumber ilmu pengetahuan dapat diperoleh.
Sains Barat atau sains modern
yang berkembang saat ini menjadikan materialisme ilmiah sebagai pilar ontologi. Subyek hanya terdiri dari materi, ruang
dan waktu. Selain itu tidak ada. Jiwa dan ruh tidak ada, dalam arti tidak
percaya dengan hal-hal gaib atau metafisik.
Aksiologi sains modern hanya berupa kepuasan dari petualangan intelektual sang ilmuwan serta
untuk sains itu sendiri. Sains apa saja boleh dibangun sepanjang anggaran
tersedia. Tidak perlu ada pertimbangan sosioligis, moralitas atau hal lainnya.
Untuk pilar Epistemologi,
Sains Barat mengagungkan rasionalisme, empirisme,
dan obyektifisme. Pengalaman
empiris inderawi dirumuskan melalui metoda ilmiah. Fakta-fakta merupakan sumber
pengetahuan, dan pengetahuan tidak boleh melebihi fakta-fakta dan hubungan yang
terdapat di antaranya. Karena
sejak awal sains telah keluar dari doktrin-doktrin agama, maka wahyu tidak lagi dijadikan sebagai sumber ilmu
pengetahuan. Wallâhu Álâm bi al Shawwâb.
0 thoughts on “MEMAHAMI KONSEP WAHYU”