Sragen. Pesta 17 Agustusan yang dirayakan oleh masyarakat Indonesia di
mana-mana dirayakan juga oleh para santri Trensains. HUT RI Edisi ke-70 ini
lebih spesial karena dijalani di pondok bersama teman-teman santri berikut
ustadz-ustadznya. Berbagai perlombaan digelar demi mengisi kemeriahan agustusan
ini, dari mulai balap karung, lomba klereng, futsal sarung khas pondok dan yang
paling ditunggu adalah panjat pinang. Memang, rasanya kurang afdhol jika
agustusan tanpa lomba panjat pinang walaupun pohon pinangnya diganti oleh pohon
bambu.
Bagi yang belum tau apa itu panjat pinang. Sebuah pohon pinang
yang cukup tinggi, yang sudah dikuliti batangny akemudian dilumuri oleh pemulas
oli sabun colek atau apasanaj yang membuat licin. dibagian paling atas pohon
digntung berbagai hadiah mnarik, darimulai makanan minuman, uang, barang
lelektronik hingga kendaraan seperti sdepeda. para peserta berlomba untuk
mendpatkan hadiah hadiah tersebut dengan cara mememnjat. biasanya perlombaan
ini dibuat beregu atau kelompok karen akan kesulitan bila memnjat sendiri.
Ngomong-ngomong tentang lomba panjat pinang yang menjadi tradisi
tahunan ini, perlu kiranya kita kritis dari segi sejarahnya, apalagi tradisi
ini berlangsung pada saat yang sakral seperti memperingati hari kemerdekaan
sebuah Negara. Apakah lebih baik jika diisi dengan kegiatan yang lebih bermakna
dalam rangka mengingat jasa para pahlawan dan syuhada.
Panjat Pinang adalah Warisan
Belanda
Menurut beberapa sumber sejarah, panjat pinang dahulu diadakan oleh
orang Belanda yang menduduki Indonesia. Mereka mengadakan panjat pinang bukan
di hari kemerdekaan, tapi di acara-acara besar mereka seperti:
hajatan, naik jabatan atau pesta pernikahan kalangannya. Orang Indonesia lah
yang disuruh untuk memanjat dan mengambil hadiah berupa sembako, bumbu dapur
dan peralatan dapur. Ada juga makanan mahal seperti keju atau pakaian seperti
kemeja, maklum dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah.
Orang Belanda suka dengan panjat pinang ini karena senang melihat
orang Indonesia yang berebut memanjat hingga jatuh bangun. Lomba panjat pinang
menjadi tontonan menarik penjajah belanda.
Prosesi panjat pinang ini memang populer di Fujian, Guangdong dan
Taiwan berkaitan dengan perayaan festival hantu . Ini dapat dimengerti dari
kondisi geografis dikawasan itu yang beriklim sub-tropis, yang masih
memungkinkan pinang atau kelapa tumbuh dan hidup. Perayaan ini tercatat pertama
kali pada masa dinasti Ming. Lumrah disebut sebagai "qiang-gu". Namun
pada masa dinasti Qing, permainan panjat pinang ini pernah dilarang pemerintah
karena sering timbul korban jiwa.
Sewaktu Taiwan berada di bawah pendudukan Jepang, panjat pinang
mulai dipraktekkan lagi di beberapa tempat di Taiwan berkaitan dengan perayaan
festival hantu. Panjat pinang masih dijadikan satu permainan tradisi di
berbagai lokasi di Taiwan. Tata cara permainan lebih kurang sama, dilakukan
beregu, dengan banyak hadiah digantungkan di atas. Namun bedanya tinggi yang
harus dipanjat bukan hanya setinggi pohon pinang, namun telah berevolusi
menjadi satu bangunan dari pohon pinang dan kayu-kayu yang puncaknya bisa
sampai 3-4 tingkat bangunan gedung. Untuk meraih juara pertama, setiap regu
harus memanjat sampai puncak untuk menurunkan gulungan merah yang dikaitkan di bagian puncak.
Prokontra Panjat Pinang
Debat kusir mengenai panjat pinang selalu
menjadi topik tahunan seiiring berlangsungnya HUT kemerdekaan RI 17 Agustus.
Satu pihak berpendapat bahwa sebaiknya perlombaan ini dihentikan karena
dianggap mencederai nilai-nilai etika, mubadzir waktu dan harta, justru
mencederai maksud dan tujuan kemerdekaan, dan argumen lain yang intinya ingin
agar HUT kemerdekaan itu diisi dengan kegiatan bermanfaat dan berbobot bukan
sekedar nostalgia nan kosong. Sementara pihak lain berpikir ada nilai positif
dalam panjat pinang dan tidak sekedar hiburan, seperti: kerja keras, pantang
menyerah, dan gotong royong. Ini merupakan hiburan rakyat yang murah-meriah
apalagi dalam situasi yang serba sulit seperti sekarang ini. Lagipula tidak
semua warisan penjajah itu negatif, tergantung motif dan niatnya. Kalau
berpikirnya semua warisan penjajah harus disingkirkan berarti istana negara di
Bogor itu juga harus dibongkar. Bagaimana menurut Anda? Mau ikut debat kusir? (Abu
Yasmin)
0 thoughts on “Panjat Pinang Antara Tradisi, Nilai Dan Sejarah (Agustusan-2)”