BREAKING NEWS
Search

MEMAHAMI PROSES NUZULUL QURAN

Oleh: Nurul Hakim Zanky, Lc

Allah menurunkan Al-Quran demi menjadi petunjuk manusia sampai akhir zaman. Turunnya Al-Quran merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. Berbeda dengan kitab-kitab yang turun sebelumnya, sangat mengejutkan orang dan menimbulkan keraguan sebelum jelas kepada mereka rahasia Ilahi yang ada di balik itu. Rasulullah tidak menerima risalah besar itu dengan cara sekali jadi, tetapi melalui strategi yang jitu. Kaumnyapun yang sombong dan keras kepala dapat ditaklukannya.

Pada tulisan ini akan dibahas bagaimana turunnya Al-Quran kepada Rasulullah Saw. yang meliputi: (1) Al-Quran berada di Lauh Mahfudz, (2) Al-Quran diturunkan sekaligus, (3) Al-Quran diturunkan secara betahap, (4) hikmah diturunkannya Al-Quran secara bertahap, dan  (5) ayat pertama dan terakhir yang diturunkan.

A.      Al-Quran Berada di Lauh Mahfudz
Sebelum nuzul, Al-Quran berada di Lauh Mahfudz yang merupakan kitab terpelihara (kitab al-Maknun). Sebagian Mufassir mengatakan bahwa terpelihara disini adalah bebas dari pengaruh siapapun, termasuk setan yang selalu mencuri informasi atau memalsukan data.

Lauh Mahfudz merupakan kitab atau lembaran yang dengannya Allah mencatat sekenario kehidupan di alam ini. Hanya keimanan kepada Allah yang mampu mencerna fakta ini. Bagaimana bentuk kitab itu dan bagimana cara Allah mencatatnya, merupakan hal metafisis yang kita tidak mengetahuinya kecuali ada keterangan dari Al-Quran atau hadis. Artinya, kita hanya dituntut untuk mengimani keberadaan Lauh Mahfudz tanpa mempertanyakannya lebih jauh. Demikianlah menurut para mufassir terkemuka seperti Al-Qurtubi, Ibn Katsir dan Al Alusi.

Al-Quran sendiri mengungkap beberapa fakta keberadaan Lauh Mahfudz, diantaranya:         
Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Quran yang mulia. Yang tersimpan di Lauh Mahfuzh (QS. Al-Buruj: 79-80)
Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada Kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh). Tidak menyentuhnya kecuali yang disucikan. Diturunkan dari Rabbul 'Alamiin. (QS Al-Waqi’ah 56: 77-80)
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab Lauhul Mahfuzh sebelum kami menciptakannya. (QS. Al-Hadid 57: 22)

B.      Al-Quran Diturunkan Sekaligus
Al-Quran diturunkan secara sekaligus dari Lauh Mahfudz   ( لوح المحفوظ )ke Bait Izzah di langit dunia( بيت العزة )   pada bulan Ramadhan, di Malam Qodar yang disifati dengan Mubarokah. Yang demikian merupakan pendapat Ibn Abbas yang disimpulkannya dari ayat Al-Quran dan hadis-hadis shahih.

Turunnya Al-Quran sekaligus dari Lauh Mahfudz ke Baitul Izzah merupakan pemberitahuan Allah kepada alam samawi yang dihuni para malaikat tentang peristiwa yang besar yaitu turunnya Al-Quran. Ia merupakan risalah terakhir yang akan memuliakan umat Muhammad sebagai generasi terbaik sepanjang sejarah manusia .
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara hak dan bathil. (QS. Al-Baqarah 2: 185)
Sesungguhnya kami telah menurunkan al-Quran pada malam kemuliaan (QS. Al-Qodar 97:1)
Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi (QS. Addukhan 44: 3)

C.      Al-Quran Diturunkan secara Bertahap
Beberapa ayat telah menyinggung mengenai peristiwa turunnya Al-Quran.
Dan sesungguhnya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan Semesta Alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu Muhammad agar kamu menjadi salah seorang pemberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas. (QS. Assyu’aro 26: 192-195)

Ayat diatas menjelaskan, bahwa Al-Quran itu adalah kalamullah dengan lafadznya yang berbahasa Arab. Jibril telah menurunkannya ke hati rasulullah. Yang dimaksud turunnya disinii bukanlah turunnya yang pertama kali ke langit dunia, tatapi turunnya Al-Quran secara bertahap. Karena itu diungkapkan dengan kata tanzîl dan bukan inzâl, sebagaimana para ahli Lughah membedakan kedunya. Tanzîl berarti turun secara berangsur-angsur sedangkan inzâl bermakna turun secara umum. Al-Quran sendiri menyatakan:
Dan Al-Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian. (QS. Al-Isra 17: 106)

Maksdunya, kami telah menjadikan turunnya Al-Quran itu secara bertahap agar kamu membacakannya kepada manusia secara perlahan dan benar. Juga kami menurunkannya sesuai dengan berbagai peristiwa dan kejadian.

Ulama Tarikh Tasyri’ menyatakan bahwa Al-Quran turun secara bertahap selama 23 tahun, yang terdiri dari 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah.

Periode
Lama tinggal
Awal  dan Akhir tinggal (menurut tahun kelahiran)
Makkah
12 tahun, 5 buln, 13 hari
(dibulatkan 13 tahun)
17 Ramadhan, th 41 -  Rabiul Awwal th 54 
Madinah
9 tahun, 7 bulan, 9 hari
(dibulatkan 10 tahun)
Rabiul Awwal, th 54 - 9 Dzulhijjah, th 63

Adapun kitab samawi yang lain seperti Zabur, Taurat, dan Injil adalah diturunkan sekaligus. Sebagaimana Al-Quran bercerita tetang orang kafir Quraisy yang memprotes kenapa Al-Quran tidak diturunkan sekaligus seperti kitab-kitab sebelumnya.  
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"
(QS. Al-Furqan 25: 32)

Ayat ini menjadi bukti bahwa kitab-kitab samawi terdahulu itu diturunkan sekali jadi. Seandainya kitab-kitab terdahulu itu turun secara berangsur-angsur, tentulah orang-orang itu tidak merasa heran terhadap Al-Quran yang turun secara bertahap.    

D.      Hikmah Diturunkannya Secara Bertahap
Al-Quran diturunkan secara bertahap memiliki keuntungan (hikmah). Keuntungan bagi nabi sendiri dan bagi masyarakat pada waktu itu.

a.    Keuntungan bagi rasulullah.
1)      Meneguhkan hati rasulullah
Dalam menyampaikan risalah, nabi mendapat perlawanan dari orang-orang yang menentangnya baik fisik maupun psikis. Dengan diturunkannya Al-Quran secara berangsur-angsur mangandung makna beliau sering berkomunikasi dengan Allah. Selain itu, turunnya wahyu dari waktu ke waktu dapat meneguhkan hatinya terhadap kebenaran dan memperkokoh azamnya untuk semakin teguh dalam berdakwah. Disini pula rasulullah menemukan Sunnah Ilahiyah dalam perjalanan para nabi sepanjang sejarah, sehingga menjadi hiburan dan penerang dalam menghadapi gangguan dan penolakan.
Demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (QS. Al-Furqan 25:32)

2)      Menjawab tantangan dengan mukjizat
Rasulullah menghadapi orang-orang yang berwatak keras dan berhati batu. Mereka sering mengajukan pertanyaan dengan maksud menantang dan menguji kenabian rasulullah. Mereka mengajukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti menanyakan kapan hari kiamat (Al-Araf :187), minta disegerakan azab (Al-Haj: 47), maka turunlah Al-Quran menjawab tantangan mereka dengan amat tegas.
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (QS. Al-Furqon 25:33)

Maksudnya, setiap kali mereka datang kepada rasulullah dengan pertanyaan yang  aneh-aneh, Allah datangkan jawaban yang lebih berbobot dari pada pertanyaan bodoh mereka. 

b.    Keuntungan bagi masyarakat
Al-Quran diturunkan sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu. Tujuannya untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan kaum mukmin dalam masyarakat baru yang mulai berkembang, tanpa mengagetkan dengan kebiasaan dan etika yang belum bisa mereka hayati. Oleh karenanya, diturunkannya Al-Quran secara bertahap memiliki keuntungan tersendiri bagi para sahabat, diantaranya:

1)      Lebih memudahkan hafalan dan pemahamannya
Al-Quran turun ditengah umat yang ummi. Yang menjadi pegangan mereka adalah hafalan dan daya ingatnya. Namun, betapapun kuatnya hafalan mereka, tanpa kemampuan membaca dan menulis tidak akan mudah menghafal seluruh isi Al-Quran. Terlebih lagi dapat memahami maknanya dan merenungkan ayat-ayatnya.
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka (QS. Al-Jumah 62:2)

Dengan demikian, turunnya Al-Quran secara bertahap merupakan bantuan terbaik untuk menghafal dan memahami maknanya. Setiap kali turun satu atau beberapa ayat, para sahabat segera menghafalnya, merenungkan maknanya dan mempelajari hukum-hukumnya. Tradisi demikain itu menjadi suatu metode pengajaran dalam kehidupan mereka dan generasi berikutnya, Tabiin.

2)      Relevan dengan peristiwa
Sebuah masyarakat yang telah mencapai tingkat pemikiran tertentu, tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada pemikiran atau aturan baru. Demi membenahi masyarakat yang sudah rusak parah, Al-Quran turun dengan strategi yang jitu yaitu disesuaikan dengan peristiwa yang terjadi di tengah-tengah mereka. Dengan memberikan jawaban, meletakkan dasar aturan, dan membimbing mereka sesuai dengan situasi dan kondisinya. Yang demikian itu sangat ampuh bagi hati dan pola pikir mereka.

Pada mulanya, Al-Quran turun meletakkan dasar-dasar keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari kiamat, serta apa yang terjadi pada hari kiamat itu, seperti kembangkitan, hisab, surga, dan neraka. Untuk itu Al-Quran memberikan bukti-bukti argumentatif sehingga akar-akar keyakinan keberhalaan tercabut dari jiwa orang-orang musyrik, dan sebagai gantinya akidah Islam bersemi.

Al-Quran mengajarkan akhlak mulia yang dapat membersihkan jiwa, meluruskan penyelewengan, demi tercabutnya akar kerusakan dan kejahatan. Al-Quran menjelaskan kaidah-kaidah halal dan haram yang mendasari agama dalam hal makanan, minuman, harta benda, kehormatan dan nyawa.   

Al-Quran juga turun sesuai dengan peristiwa yang mengiringi perjuangan panjang mereka dalam menegakkan kalimatullah. Surat Al-Anám ayat 51-52 misalnya, yang turun di Makkah, membicarakan pokok-pokok keimanan dan dalil tauhid, menghancurkan kemusyrikan serta ajakan untuk kemuliaan dan kehormatan.

3)      Metode bertahap dalam penetapan hukum (tadarruj fi al tasyri’)
Setelah mereka mendapatkan terapi mujarab berupa dasar-dasar keimanan, ahlak mulia dan rukun islam, sehingga keikhlasan kepada Allah telah terbentuk. Barulah secara gradual, meningkat kepada penanganan penyakit-penyakit sosial yang sudah mendarah daging dalam kehidupan mereka. Disinilah kita akan menemukan ayat-ayat yang turun di Makkah dan Madinah sangat berbeda. Pokok-pokok hukum perdata turun di Makkah, tetapi perincian hukumnya turun di Madinah.

Masalah zina misalnya, secara perinsip sudah diharamkan di Makkah. Tetapi pemberlakuan hukum yang diakbitkan oleh zina itu turunnaya di Madinah. Demikian juga mengenai pembunuhan, dasarnya juga sudah turun di Makkah tetapi penjabaran hukum tetang pelanggaran terhadap jiwa dan anggota badan turun di Madinah.
Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar.(QS. Al-Isra 17: 32-33)

Contoh paling jelas dari penetapan hukum secara bertahap ini ialah kasus pengharaman miras. Pada awalnya, Allah mengingatkan karunia Allah dengan membandingkan dua istilah Sakar dan Rizqi. Sakar ialah minuman yang memabukkan sedangkan rezki adalah segala yang dikonsumsi dari pohon tersebut seperti kurma dan kismis. Bahwa pemberian status hasanan (baik) disini adalah kepada rezki bukan kepada sakar. Dengan demikian, pujian Allah  diberikan kepada rezeki bukan kepada sakar.      
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl 16: 67)

Kemudian turun ayat berikutnya, untuk membandingkan antara manfaat miras seperti kegairahan, kesenangan dan keuntungan membisniskannya, dengan bahaya yang ditimbulkannya seperti bahaya bagi kesehatan, merusak akal, pemborosan, dan memancing untuk berbuat kejahatan. Ayat ini hendak menjauhkan miras dengan cara menonjolkan bahayanya daripada manfaatnya.   
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". (QS. Al-Baqoroh 2: 219)

Kemudian turun lagi untuk menunjukkan larangan meminum miras pada waktu-waktu tertentu, termasuk bila pengaruh minuman itu sampai ke waktu shalat yang mengakibatkan tidak sadar apa yang dibaca.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (QS. Annisa 4: 43)

Hingga akhirnya sampailah kepada tahap terakhir dengan pelarangan ynag tegas bahwa miras dilarang untuk dikonsumsi disegala waktu. 
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. (QS. Al-Maidah 5: 90)

Hikmah penetapan hukum dengan metode bertahap ini lebih lanjut diungkapkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra.

إِنَّمَا نَزَلَ أَوَّلَ مَا نَزَلَ مِنْهُ سُورَةٌ مِنْ الْمُفَصَّلِ فِيهَا ذِكْرُ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ حَتَّى إِذَا ثَابَ النَّاسُ إِلَى الْإِسْلَامِ نَزَلَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ وَلَوْ نَزَلَ أَوَّلَ شَيْءٍ لَا تَشْرَبُوا الْخَمْرَ لَقَالُوا لَا نَدَعُ الْخَمْرَ أَبَدًا وَلَوْ نَزَلَ لَا تَزْنُوا لَقَالُوا لَا نَدَعُ الزِّنَا أَبَدًا
Sesungguhnya yang pertama-tama kali turun darinya adalah surat Al Mufashshal yang di dalamnya disebutkan tentang surga dan neraka. Dan ketika manusia telah condong ke Islam, maka turunlah kemudian ayat-ayat tentang halal dan haram. Sekiranya yang pertama kali turun adalah ayat, 'janganlah kalian minum khamer' Niscaya mereka akan mengatakan, 'Sekali-kali kami tidak akan bisa meninggalkan khamer selama-lamanya' Dan sekiranya juga yang pertamakali turun adalah ayat, ‘janganlah kalian berzina' niscaya mereka akan berkomentar, 'Kami tidak akan meniggalkan zina selama-lamanya'  (HR. Bukhari No: 4609, Bab Pembukaan Al-Quran)
  
4)      Menunjukkan bahwa al-Quran itu benar-benar dari Allah yang Maha Bijaksana
Al-Quran yang turun secara berangsur-angsur kepada rasulullah dalam waktu 23 tahun ini, orang-orang membacanya, menulisnya dan mengkajinya surat demi surat. Ketika itu mereka mendapati rangkaiannya yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling terkait, dengan gaya redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat, yang saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum pernah ada bandingannya dalam perktaan manusia.
Inilah suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu (QS. Hud 11: 1)

E.       Ayat Pertama dan Terakhir yang Diturunkan
Para ulama mempunyai banyak pendapat dalam masalah ayat apa yang pertama kali diturunkan dan apa yang terakhir. Disini, akan dipaparkan dengan singkat, kemudian mentarjih mendapat yang paling kuat.

Disini perlu disampaikan juga bahwa manfaat dari pembahasan ini yang terpenting adalah: pertama, mengetahui tingkat perhatian yang diperoleh dari suatu ayat, yang sangat berguna bagi penghayatan dan eksplorasi pemahaman. Kedua, mengetahui rahasia syariat islam yang relevan dengan sejarah perjalanan sumbernya yang pokok. Ketiga, dapat memilah yang nasikh dengan yang mansukh. Kadang terdapat dua ayat atau lebih dalam satu masalah, tetapi hukumnya berbeda satu sama lain, disinilah kita dapat menentukan bahwa ayat yang lebih dulu datang adalah yang dimansukh.

Ayat yang turun pertama kali. Mengenai ayat yang turun pertama kali, ada empat pendapat:
      1)  Surat Al-Alaq ayat 1-5. Ayat ini diturunkan ketika Rasulullah ber’uzlah di Gua Hira. Dasar  pendapat ini adalah hadis Aisyah (Bukhari-Muslim). Pendapat ini merupakan yang paling tepat.
      2)  Surat Al-Mudatsir. Pendapat ini disandarkan pada hadis Jabir bin Abdullah yang juga dikeluarkan oleh Bukhari-Muslim. Hadis yang dimaksud sebenarnya bahwa kisah tersebut terjadi setelah kisah Gua Hira, yaitu turunnya Al-Mudatsir itu adalah surat yang diturunkan setelah terhentinya wahyu, Jabir meriwayatkan kisah ini dengan ijtihadnya, akan tetapi riwayat Aisyah labih patut didahulukan. Dapat pula dikatakan bahwa surat Al-Mudatsir itu turun yang pertama secara lengkap, dan pertama setelah terhentinya wahyu. Juga bisa dikatakan bahwa surat Al-Mudatsir itu turun sebagai tanda kerasulan, sedangkan surat Al-Alaq 1-5 sebagi tanda kenabian
      3)   Pendapat lain mengatakan bahwa yang pertama kali turun adalah Surat Al-Fathihah. Pendapat ini disandarkan pada hadis Umar bin Surahbil
      4)  Ada juga yang berpendapat bahwa bismillahirrahmanirrahim adalah yang pertama kali turun. Alasannya, bahwa Basmalah itu ikut turun mendahului setiap surat. Namun sayangnya kedua pendapat terakhir ini didasarkan kepada hadis Mursal. Pendapat Aisyah itulah yang paling terkenal Shahih.

Ayat yang turun terakhir. Minimalnya ada 10 hadis yang menyinggung ayat mana yang terakhir diturunkan, diantaranya ada tiga hadis yang paling populer. Dari tiga hadis tersebut disimpulkan bahwa:
      1)  Surat Al-Maidah ayat tiga merupakan ayat yang terakhir turun. Menurut mayoritas ulama ayat ini turun hari Jumat, 9 Dzulhijjah 10 H. bertepatan dengan bulan Maret 632 M. Saat itu nabi sedang wuquf terkhir pada Haji Wada. Ini merupakan riwayat Aisyah (HR. Tirmidzi dan Hakim) 
      2)  Surat Al-Baqarah ayat 281 adalah yang terakhir. Pernyataan ini didukung oleh hadis riwayat Ibn Abbas dan Said bin Zubair (HR. Nasai)
      3)  Surat An-Nashr adalah yang terakhir. Ini merupakan riwayat Ibn Abbas (HR. Muslim).

Wallâhu Álâm bi al Shawwâb.





nanomag

Terimakasih atas kunjungan anda kritik dan saran anda sangat berarti buat kami


0 thoughts on “MEMAHAMI PROSES NUZULUL QURAN